Salah
satu pelajaran moral yang paling penting bagi anak-anak muda untuk dipelajari
adalah, “ketika anda melakukan hal yang salah, anda harus melakukan hal yang
benar guna memperbaikinya.” Perilaku yang buruk biasanya menciptakan beberapa
jenis kebobrokan-bagi kepemilikan atau properti, hubungan, atau kedamaian dan
ketertiban kelas atau keluarga. Apabila anda telah merusak sesuatu, anda
berkewajiban untuk memperbaikinya.
Oleh
karena itu memohon maaf merupakan satu-satunya langkah pertama yang harus
iambil seorang anak ketika anak tersebut berbuat suatu kesalahan. Sebagaimana
yang telah dikatakan pepatah lama, “rasa maaf tidak mengembalikan rumput kering
yang hilang.” Langkah yang kedua adalah bertanya, “apa yang dapat saya lakukan
untuk memperbaikinya?.”
Sekolah
dan para guru kadang-kadang menggunakan ganti rugi sebagai konsekuensi
disipliner namun melakukan kesalahan dalam mendekte bentuk ganti rugi yang akan
diambil (“kau sudah menulis di dinding, sekarang kau harus menghapusnya”) daripada
meminta siswa yang bersangkutan, dengan bantuan orang dewasa apabila
diperlukan, menggunakan cara yang tepat untuk memberikan ganti rugi. Masalah
yang ada pada pendekatan “inilah ganti ruginya” adalah 1. Siswa yang
bersangkutan akan merasa sangat marah dengan bentuk ganti rugi yang diberikan
dan melakukannya dengan enggan, tanpa merasakan penyesalan atas kesalahan yang
dilakukannya; dan 2. Siswa yang bersangkutan tidak diwajibkan untuk berpikir
tentang kesalahannya, masalah yang diakibatkan bagi orang lain, dan apa yang
akan membantu memperbaiki keadaanya dan membuat sang korban merasa lebih baik.
Tujuan
ganti rugia adalah menstimulsi pemikiran siswa dan memaksimalkan perkembangan
karakter yang terjai sebagai akibat dari pengalaman disipliner. Itulah
alasannya mengapa lebih baik bertanya demikian kepada siswa yang bersangkutan,
“ Menurut anda adakah cara yang lebih baik untuk memperbaiki kesalahan yang
anda lakuakan. *bersumber dalam noktah Thomas Lickona “Character Matters.”